Posted by : Unknown
Minggu, 03 Juni 2018
Selama aku masih menganggur, aku sering ke rumah Tanteku Laras.
Selama di sana aku membantu membersihkan halaman dan mengatur perkakas
rumah. Maklum tanteku itu hidup sendirian. Untuk urusan
angkat-mengangkat ia tidak sanggup. Suatu sore setelah aku menggeser pot
di halaman agar kelihatan rapi, aku mau ke kamar mandi, mau cuci tangan
dan buang air. Toilet Tante Laras ada di dalam kamarnya, sehingga kalau
mau ke kamar mandi harus ke kamarnya dulu. Tanpa ragu-ragu kubuka kamar
yang tidak terkunci itu untuk menuju kamar mandi. Begitu kubuka pintu
kamarnya aku kaget, kulihat Tante Laras baru saja selesai mengeringkan
badannya dengan handuk sehabis mandi.
Saat kubuka pintu tadi, Tante Laras sedang dalam keadaan telanjang
membelakangiku. Tante Laras rupanya tidak menyadari kalau aku sedang
memperhatikan pinggul dan bokongnya dengan gemetar. Beberapa menit
kemudian kututup kembali pintunya, dengan perasaan yang galau dan takut
karena memasuki kamarnya tanpa mengetuk pintu terlebih dulu.
Malamnya aku tidak bisa tidur, kemaluanku berdiri terus. Aku keluar
dari kamar, rupanya Tante Laras sedang nonton TV sendirian. Aku mau
menegurnya tapi tunggu dulu, Tante Laras sedang memakai pakaian yang
merangsang, pahanya yang putih tersingkap, sementara tangan kanannya
rupanya sedang mengelus kemaluannya sendiri. Aku diam-diam duduk agak di
belakang posisi duduknya sambil memperhatikan tingkahnya tersebut
dengan sedikit was-was. Akhirnya dengan perasaan yang makin kacau aku
kembali ke kamar. Kemaluanku yang makin tegang akhirnya kukeluarkan
juga, sambil kuelus-elus.
Agen Judi Online - Beberapa menit kemudian kejantananku sudah sedemikian kencang dan terasa ingin keluar.
Tiba-tiba terdengar suara Tante Laras, “Kenapa Tok, kepanasan ya?”
“Eh.. iya Tante,” jawabku terbata-bata.
“Kamu kenapa?” tanyanya tanpa melihat ke arah kemaluanku.
Aku penasaran dan dengan memberanikan diri, kubiarkan terus kemaluanku tergerai di luar celana dalamku.
“Nggak tahu nih Tante, ini tegang terus,” sambil kutunjukkan kemaluanku.
Tante Laras melihatnya sekilas dengan tenang. Tante Laras terus masuk
ke kamarku tanpa mempedulikan lagi kejantananku yang menantang.
“Tok, tolongin Tante dong, kelilipan nih..” sambil mengucek-ngucek matanya.
Aku berdiri dan kuhampiri, instingku mengatakan bahwa ini adalah isyarat saja agar aku mendekatinya.
Pikiranku sudah sangat jorok. Kuhampiri Tante Laras, senjataku yang
sudah siap tempur mengarah lurus ke depan menuju perutnya. Lalu kupeluk
Tante Laras, batang kemaluanku terjepit di perutnya, tanganku meremas ke
arah payudaranya. Rupanya Tante Laras tidak memakai BH. Aku semakin
berani, kusingkapkan dasternya, kugapai payudaranya dengan penuh nafsu.
Tante Laras diam saja. Tenang saja dia. Kuciumi lehernya dari belakang,
payudaranya masih kencang.
Beberapa saat kemudian payudaranya makin keras dan putingnya makin
menantang. Nafas Tante Laras sudah mulai mendesah-desah tanda dia mulai
terangsang. Kubuka dasternya, kulihat tubuhnya yang putih mulus. Kulepas
celana dalamnya, bulu kemaluannya lebat di atas kulitnya yang putih.
Tanpa kusadari kami sudah saling berpelukan tanpa dibatasi selembar
benangpun. Tante Laras sudah membalas ciumanku dengan buasnya. Tubuhku
semuanya diciumi, sampai ke bawah, terus ke perut, terus ke bawah lagi
dan sampailah ke arah kemaluanku yang sudah ia genggam sejak tadi,
barangkali takut kusembunyikan. Aku mengambil posisi duduk di pinggir
tempat tidur, sementara dengan gerakan yang berpengalaman ia mulai
mengulum dan menjilati kejantananku sambil tangannya mengocok dengan
lembut.
Aku merasa nikmat yang luar biasa, bersamaan dengan itu keluarlah
maniku, sebagian menyemprot ke hidungnya yang mungil. Tante Laras masih
mengocok-ngocok sambil meremas-remas kemaluanku, sehingga tuntas sudah
sperma yang kukeluarkan tadi. Tante Laras kelihatan puas. Apalagi aku,
seribu kali puas. Tante Laras masih terus mempermainkan kemaluanku yang
sudah tidak sekeras tadi meskipun belum juga menyusut. Tante Laras terus
mempermainkan kemaluanku. “Kontol kamu bagus To, besar lagi.” Aku tidak
menjawab, hanya tersenyum manja. Oleh kelihaian tangannya, segera
kurasakan kembali rasa nikmat seperti saat ngaceng tadi. “To, kontolmu
sudah ngaceng lagi. Masukin ke gawukku yuk.” Lalu Tante Laras mengambil
posisi terlentang di sebelahku, mani yang menempel di wajahnya sudah
dibersihkan dengan bantal.
Tanpa diperintah lagi, aku mengambil posisi sebaliknya. Kuarahkan
kemaluanku ke liang senggamanya yang merah merekah, dibimbingnya batang
kejantananku dengan tangannya, digosok-gosokkan kepala kemaluanku di
atas liang senggamanya yang sudah basah ke arah atas dan bawah
kemaluannya. Kemudian diarahkan tepat di depan gerbang kemaluannya.
Sekali lagi tanpa diperintah dan hanya berdasarkan naluri saja
kutusukkan seluruh batang kemaluanku ke dalam liang sorganya. Liang
senggamanya terasa sempit, dan dindingnya terus memijit-mijit kemaluanku
yang semakin mengeras di dalam goa nikmatnya. Kudengar ia
menjerit-jerit kecil menikmati gesekan kemaluanku dengan sempurna. Tanpa
kusadari bokongku sudah naik turun yang mengakibatkan batang kemaluanku
keluar masuk liang senggamanya. (Barangkali pembaca belum kuceritakan
bahwa sakalipun aku belum pernah main perempuan, dengan Tante Laras ini,
baru pertama kalinya aku melakukan sendiri apa yang dinamakan senggama,
seperti yang pernah kulihat di film biru)
Tidak lama kemudian nafas Tante Laras semakin cepat, bersamaan dengan
itu ia semakin kencang menaikkan pinggulnya sehingga liang
kenikmatannya meremas-remas mesra batang kejantananku. Aku merasakan
nikmat yang luar biasa. Dan kudengar Tante Laras berteriak, “Keluarkan
sama-sama To..” Ia mendekap kuat-kuat punggungku, diciuminya bibirku
dengan buasnya. Tubuhnya mengejang dan, “Ooohh.. Iihhh.. Oohh..”
suaranya kali ini keras sekali, di malam yang sunyi.
Kami tidur bersama malam itu. Ia pulas sekali tertidur. Sedangkan aku
tidak. Mataku terus melotot. Kejantananku tidak mau kompromi, tetap
tegak sempurna. Sekali-kali kuremas payudaranya, ia tetap tidur lelap,
kuelus goa kenikmatannya, ia juga diam saja. Kudekatkan lampu duduk di
depan selangkangannya. Kupermainkan liang kewanitaannya, kuelus,
kusibakkan kedua bibirnya dan kuperhatikan semuanya. Kuraba-raba
klitorisnya yang tersembunyi di atas bibir kemaluannya. Oh, baru pertama
aku melihat pemandangan ini. Sekali-kali Tante Laras bangun untuk
kemudian tertidur lagi. “Aku ngantuk Tok,” katanya pelan. Melihat
kemaluannya yang bebas tersebut, kumanfaatkan dengan sepuas-puasnya.
Akhirnya kukecup juga bibir Tante Laras lalu kujilati, Tante Laras
kulihat bergelinjang kegelian sebentar. Lama kuhisap-hisap, kujilati
klitorisnya sampai basah. Basah oleh ludahku bercampur dengan lendir
yang keluar dari liang senggamanya. Diangkat-angkatnya pinggul Tante
Laras, menandakan ia keenakan, seakan ingin lidahku terus menjilatinya.
Melihat Tante Laras sudah memberikan tanggapan, segera kutiduri lagi
Tante Laras untuk kedua kalinya. Tante Laras kali ini bersikap pasif
mungkin masih kelelahan, kumasukkan kejantananku, kali ini terasa agak
seret. Tante Laras merintih, “Pelan-pelan Tok, sakit..” Aku menurutinya.
Pelan-pelan kumasukkan batang kejantananku ke dalam liang senggamanya
yang seret itu, sampai semuanya habis tertelan oleh kemaluan Tante
Laras. Kugoyang sebentar, keluarlah maniku dengan deras.
Begitulah, berkali-kali kusetubuhi Tante Laras, baik dalam keadaan
sadar maupun tidak. Aku tidak bisa menghitung berapa kali air maniku
muncrat. Sampai akhirnya aku benar-benar kelelahan dan tertidur.
Sejak saat itu aku jadi sering ke rumah Tante Laras. Sampai akhirnya
aku diterima kerja di kota lain. Saat ini usianya mungkin sudah 55
tahun. Kadang-kadang aku masih suka mengunjunginya, dan tidak lupa
memberikan siraman air kenikmatan ke dalam kemaluannya.TAMAT
Posted by : Bandar Poker Terpercaya
- Home>
- Agen , Agen Bandar Poker , Agen Judi Ceme Terpercaya , Agen Judi Online , Agen Judi Poker , Agen Judi Terbaik , Agen Judi Termantap , Agen judi terpercaya , Agen Poker Online , Agen Poker Terbaik >
- Oh Nikmatnya Memek dan Susu Tante Laras
