Posted by : Unknown
Minggu, 08 Juli 2018
Perkenalkan dulu namaku Evan. Sudah satu minggu ini aku berada di
rumah sendirian. Istriku Laras, sedang ditugaskan dari kantor tempatnya
bekerja untuk mengikuti suatu pelatihan yang dilaksanakan di kota lain
selama dua minggu.
Terus terang saja aku jadi kesepian juga
rasanya. Kalau mau tidur rasanya kok aneh juga, kok sendirian dan sepi,
padahal biasanya ada istri di sisiku. Memang perkimpoian kami belum
dikaruniai anak. Maklum baru 1 tahun berjalan. Karena sendirian itu, dan
maklum karena otak laki-laki, pikirannya jadi kemana-mana.
Aku
teringat peristiwa yang aku alami dengan mama mertuaku. Mama mertuaku
memang bukan ibu kandung istriku, karena ibu kandung Laras telah
meninggal dunia. Ayah mertuaku kemudian kimpoi lagi dengan mama mertuaku
yang sekarang ini dan kebetulan tidak mempunyai anak. Mama mertuaku ini
umurnya sekitar 40 tahun, wajahnya ayu dan tubuhnya benar-benar sintal
dan padat sesuai dengan wanita idamanku.
Agen Judi Online - Buah dadanya besar sesuai
dengan pinggulnya. Demikian juga pantatnya juga bahenol banget. Aku
sering membayangkan mama mertuaku itu kalau sedang telentang pasti
vaginanya membusung ke atas terganjal pantatnya yang besar itu. Hemm,
sungguh menggairahkan.
Peristiwa itu terjadi waktu malam dua hari
sebelum hari perkawinanku dengan Laras. Waktu itu aku duduk berdua di
kamar keluarga sambil membicarakan persiapan perkimpoianku. Mendadak
lampu mati. Dalam kegelapan itu, mama mertuaku (waktu itu masih calon)
berdiri, saya pikir akan mencari lilin, tetapi justru mama mertuaku
memeluk dan menciumi pipi dan bibirku dengan lembut dan mesra. Aku kaget
dan melongo karena aku tidak mengira sama sekali diciumi oleh calon
mama mertuaku yang cantik itu.
Hari-hari berikutnya aku bersikap
seperti biasa, demikian juga mama mertuaku. Pada saat-saat aku duduk
berdua dengan dia, aku sering memberanikan diri memandang mama mertuaku
lama-lama, dan dia biasanya tersenyum manis dan berkata, “Apaa..?,
sudah-sudah, mama jadi malu”.
Terus terang saja aku sebenarnya
merindukan untuk dapat bermesraan dengan mama mertuaku itu. Aku
kadang-kadang sangat merasa bersalah dengan Laras istriku dan juga
ayahku mertua yang baik hati. Kadang-kadang aku demikian kurang ajar
membayangkan mama mertuaku disetubuhi ayah mertuaku, aku bayangkan
kemaluan ayah mertuaku keluar masuk vagina mama mertuaku, Ooh alangkah…!
Tetapi aku selalu menaruh hormat kepada ayah dan mama mertuaku. Mama
mertuaku juga sayang sama kami, walaupun Laras adalah anak tirinya.
Pagi-pagi
hari berikutnya, aku ditelepon mama mertuaku, minta agar sore harinya
aku dapat mengantarkan mama menengok famili yang sedang berada di rumah
sakit, karena ayah mertuaku sedang pergi ke kota lain untuk urusan
bisnis. Aku sih setuju saja. Sore harinya kami jadi pergi ke rumah
sakit, dan pulang sudah sehabis maghrib. Seperti biasa aku selalu
bersikap sopan dan hormat pada mama mertuaku.
Dalam perjalan pulang itu, aku memberanikan diri bertanya, “Ma, ngapain sih dulu mama kok cium Evan?”.
“Aah, kamu ini kok masih diingat-ingat juga siih”, jawab mamaku sambil memandangku.
“Jelas dong maa…, Kan asyiik”, kataku menggoda.
“Naah, tambah kurang ajar thoo, Ingat Laras lho…, Nanti kedengaran ayahmu juga bisa geger”.
“Tapii, sebenarnya kenapa siih ma…, Evan jadi penasaran lho”.
“Aah,
ini anak kok nggak mau diem siih, Tapi eeh…, anu…, Van, sebenarnya
waktu itu, waktu kita jagongan itu, mama lihat tampangmu itu kok ganteng
banget. Hidungmu, bibirmu, matamu yang agak kurang ajar itu kok membuat
mama jadi gemes banget deeh sama kamu. Makanya waktu lampu mati itu,
entah setan dari mana, mama jadi pengin banget menciummu dan
merangkulmu. Mama sebenarnya jadi malu sekali. Mama macam apa aku ini,
masa lihat menantunya sendiri kok blingsatan”.
“Mungkin, setannya
ya Evan ini Ma…, Saat ini setannya itu juga deg-degan kalau lihat mama
mertuanya. Mama boleh percaya boleh tidak, kadang-kadang kalau Evan lagi
sama Laras, malah bayangin Mama lho. Bener-bener nih. Sumpah deh. Kalau
Mama pernah bayangin Evan nggak kalau lagi sama Bapak”, aku semakin
berani.
“aah nggak tahu ah…, udaah…, udaah…, nanti kalau keterusan
kan nggak baik. Hati-hati setirnya. Nanti kalau nabrak-nabrak dikiranya
nyetir sambil pacaran ama mama mertuanya. Pasti mama yang disalahin
orang, Dikiranya yang tua niih yang ngebet”, katanya.
“Padahal
dua-duanya ngebet lo Ma. Ma, maafin Evan deeh. Evan jadi pengiin banget
sama mama lho…, Gimana niih, punya Evan sakit kejepit celana nihh”, aku
makin berani.
“Aduuh, jangan gitu dong. Mama jadi susah nih. Tapi
terus terang aja van.., Mama jadi kayak orang jatuh cinta sama kamu..,
Kalau udah begini, udah naik begini, mama jadi pengin ngeloni kamu Van…,
Van kita cepat pulang saja yaa…, Nanti diterusin dirumah…, Kita pulang
ke rumahmu saja sekarang…, Toh lagi kosong khan…, Tapi Van minggir
sebentar Van, mama pengen cium kamu di sini”, kata mama dengan suara
bergetar.
ooh aku jadi berdebar-debar sekali. Mungkin terpengaruh
juga karena aku sudah satu minggu tidak bersetubuh dengan istriku. Aku
jadi nafsu banget. Aku minggir di tempat yang agak gelap. Sebenarnya
kaca mobilku juga sudah gelap, sehingga tidak takut ketahuan orang. Aku
dan mama mertuaku berangkulan, berciuman dengan lembut penuh kerinduan.
Benar-benar, selama ini kami saling merindukan.
“eehhm…, mama kangen banget van”, bisik mama mertuaku.
“Evan juga maa”, bisikku.
“van…, udah dulu Van…, eehmm udah dulu”, napas kami memburu.
“Ayo jalan lagi…, Hati-hati yaa”, kata mama mertuaku.
“Ma penisku kejepit niih…, Sakit”, kataku.
“iich anak nakal”, Pahaku dicubitnya.
“Okey…, buka dulu ritsluitingnya”, katanya.
Cepat-cepat
aku buka celanaku, aku turuni celana dalamku. Woo, langsung berdiri
tegang banget. Tangan kiri mama, aku tuntun untuk memegang penisku.
“Aduuh Van. Gede banget pelirmu…, Biar mama pegangin, Ayo jalan. Hati-hati setirnya”.
Aku
masukkan persneling satu, dan mobil melaju pulang. Penisku dipegangi
mama mertuaku, jempolnya mengelus-elus kepala penisku dengan lembut.
Aduuh, gelii… nikmat sekali. Mobil berjalan tenang, kami berdiam diri,
tetapi tangan mama terus memijat dan mengelus-elus penisku dengan
lembut.
Sampai di rumahku, aku turun membuka pintu, dan langsung
masuk garasi. Garasi aku tutup kembali. Kami bergandengan tangan masuk
ke ruang tamu. Kami duduk di sofa dan berpandangan dengan penuh
kerinduan. Suasana begitu hening dan romantis, kami berpelukan lagi,
berciuman lagi, makin menggelora. Kami tumpahkan kerinduan kami. Aku
ciumi mama mertuaku dengan penuh nafsu. Aku rogoh buah dadanya yang
selalu aku bayangkan, aduuh benar-benar besar dan lembut.
“Ma, Evan kangen banget Maa…, Evan kangen banget”.
“Aduuh Van, mama juga…, Peluklah mama Van, peluklah mama” nafasnya semakin memburu.
Matanya
terpejam, aku ciumi matanya, pipinya, aku lumat bibirnya, dan lidahku
aku masukkan ke mulutnya. Mama agak kaget dan membuka matanya. Kemudian
dengan serta-merta lidahku disedotnya dengan penuh nafsu.
“Eehhmm.., Van, mama belum pernah ciuman seperti ini…, Lagi Van masukkan lidahmu ke mulut mama”
Mama
mendorongku pelan, memandangku dengan mesra. Dirangkulnya lagi diriku
dan berbisik, “Van, bawalah Mama ke kamar…, Enakan di kamar, jangan
disini”.
Dengan berangkulan kami masuk ke kamar tengah yang
kosong. Aku merasa tidak enak di tempat tidur kami. Aku merasa tidak
enak dengan Laras apabila kami memakai tempat tidur di kamar kami.
“Ma kita pakai kamar tengah saja yaa”.
“Okey,
Van. Aku juga nggak enak pakai kamar tidurmu. Lebih bebas di kamar
ini”, kata mama mertuaku penuh pengertian. Aku remas pantatnya yang
bahenol.
“iich.., dasar anak nakal”, mama mertuaku merengut manja.
Kami
duduk di tempat tidur, sambil beciuman aku buka pakaian mama mertuaku.
Aku sungguh terpesona dengan kulit mamaku yang putih bersih dan mulus
dengan buah dadanya yang besar menggantung indah. Mama aku rebahkan di
tempat tidur. Celana dalamnya aku pelorotkan dan aku pelorotkan dari
kakinya yang indah. Sekali lagi aku kagum melihat vagina mama mertuaku
yang tebal dengan bulunya yang tebal keriting. Seperti aku membayangkan
selama ini, vagina mama mertuaku benar menonjol ke atas terganjal
pantatnya yang besar. Aku tidak tahan lagi memandang keindahan mama
mertuaku telentang di depanku. Aku buka pakaianku dan penisku sudah
benar-benar tegak sempurna. Mama mertuaku memandangku dengan tanpa
berkedip. Kami saling merindukan kebersamaan ini. Aku berbaring miring
di samping mama mertuaku. Aku ciumi, kuraba, kuelus semuanya, dari
bibirnya sampai pahanya yang mulus.
Aku remas lembut buah dadanya,
kuelus perutnya, vaginanya, klitorisnya aku main-mainkan. Liangnya
vaginanya sudah basah. Jariku aku basahi dengan cairan vagina mama
mertuaku, dan aku usapkan lembut di clitorisnya. Mama menggelinjang
keenakan dan mendesis-desis. Sementara peliku dipegang mama dan
dielus-elusnya. Kerinduan kami selama ini sudah mendesak untuk
ditumpahkan dan dituntaskan malam ini. Mama menggeliat-geliat,
meremas-remas kepalaku dan rambutku, mengelus punggungku, pantatku, dan
akhirnya memegang penisku yang sudah siap sedia masuk ke liang vagina
mama mertuaku.
“Maa, aku kaangen banget Maa…, Evan kanget banget…, Evan anak nakal ma..”, bisikku.
“Van…,
mama juga. sshh…, masukin Van…, masukin sekarang…, Mama sudah pengiin
banget Van, Vanm…”, bisik mamaku tersengal-sengal. Aku naik ke atas mama
mertuaku bertelakn pada siku dan lututku.
Tangan kananku mengelus
wajahnya, pipinya, hidungnya dan bibir mama mertuaku. Kami
berpandangan. Berpandangan sangat mesra. Penisku dituntunnya masuk ke
liang vaginanya yang sudah basah. Ditempelkannya dan digesek-gesekan di
bibir vaginanya, di clitorisnya. Tangan kirinya memegang pantatku,
menekan turun sedikit dan melepaskan tekanannya memberi komando penisku.
Kaki
mama mertuaku dikangkangnya lebar-lebar, dan aku sudah tidak sabar lagi
untuk masuk ke vagina mama mertuaku. Kepala penisku mulai masuk, makin
dalam, makin dalam dan akhirnya masuk semuanya sampai ke pangkalnya. Aku
mulai turun naik dengan teratur, keluar masuk, keluar masuk dalam
vagina yang basah dan licin. Aduuh enaak, enaak sekali.
“Masukkan separo saja Van. Keluar-masukkan kepalanya yang besar ini…, Aduuh garis kepalanya enaak sekali”.
Nafsu
kami semakin menggelora. Aku semakin cepat, semakin memompa penisku ke
vagina mama mertuaku. “Maa, Evan masuk semua, masuk semua maa”
“Iyaa
Van, enaak banget. Pelirmu ngganjel banget. Gede banget rasane. Mama
marem banget” kami mendesis-desis, menggeliat-geliat, melenguh penuh
kenikmatan. Sementara itu kakinya yang tadi mengangkang sekarang
dirapatkan.
Aduuh, vaginanya tebal banget. Aku paling tidak tahan
lagi kalau sudah begini. Aku semakin ngotot menyetubuhi mama mertuaku,
mencoblos vagina mama mertuaku yang licin, yang tebal, yang sempit
(karena sudah kontraksi mau puncak). Bunyinya kecepak-kecepok membuat
aku semakin bernafsu. Aduuh, aku sudah tidak tahan lagi.
“Maa Evan mau keluaar maa…, Aduuh maa.., enaak bangeet”.
“ssh…, hiiya Van, keluariin Van, keluarin”.
“Mama
juga mau muncaak, mau muncaak…, Vanm, Vanm, Teruss Vanm”, Kami
berpagutan kuat-kuat. Napas kami terhenti. Penisku aku tekan kuat-kuat
ke dalam vagina mama mertuaku.
Pangkal penisku berdenyut-denyut.
menyemprotlah sudah spermaku ke vagina mama mertuaku. Kami bersama-sama
menikmati puncak persetubuhan kami. Kerinduan, ketegangan kami tumpah
sudah. Rasanya lemas sekali. Napas yang tadi hampir terputus semakin
menurun.
Aku angkat badanku. Akan aku cabut penisku yang sudah menancap dari dalam liang vaginanya, tetapi ditahan mama mertuaku.
“Biar
di dalam dulu Van…, Ayo miring, kamu berat sekali. Kamu nekad saja…,
masa’ orang ditindih sekuatnya”, katanya sambil memencet hidungku. Kami
miring, berhadapan, Mama mertuaku memencet hidungku lagi, “Dasar anak
kurang ajar…, Berani sama mamanya.., Masa mamanya dinaikin, Tapi Van…,
mama nikmat banget, ‘marem’ banget. Mama belum pernah merasakan seperti
ini”.
“Maa, Evan juga maa. Mungkin karena curian ini ya maa, bukan
miliknya…, Punya bapaknya kok dimakan. Mama juga, punya anakya kok ya
dimakan, diminum”, kataku menggodanya.
“Huush, dasar anak nakal..,
Ayo dilepas Van.., Aduuh berantakan niih Spermamu pada tumpah di sprei,
Keringatmu juga basahi tetek mama niih”.
“Maa, malam ini mama nggak usah pulang. Aku pengin dikelonin mama malam ini. Aku pengin diteteki sampai pagi”, kataku.
“Ooh
jangan cah bagus…, kalau dituruti Mama juga penginnya begitu. Tapi
tidak boleh begitu. Kalau ketahuan orang bisa geger deeh”, jawab mamaku.
“Tapi maa, Evan rasanya emoh pisah sama mama”.
“Hiyya,
mama tahu, tapi kita harus pakai otak dong. Toh, mama tidak akan
kabur.., justru kalau kita tidak hati-hati, semuanya akan bubar deh”.
Kami
saling berpegangan tangan, berpandangan dengan mesra, berciuman lagi
penuh kelembutan. Tiada kata-kata yang keluar, tidak dapat diwujudkan
dalam kata-kata. Kami saling mengasihi, antara mama dan anak, antara
seorang pria dan seorang wanita, kami tulus mengasihi satu sama lain.
Malam
itu kami mandi bersama, saling menyabuni, menggosok, meraba dan
membelai. Penisku dicuci oleh mama mertuaku, sampai tegak lagi.
“Sudaah, sudaah, jangan nekad saja. Ayo nanti keburu malam”.
Malam
itu sungguh sangat berkesan dalam hidupku. Hari-hari selanjutnya
berjalan normal seperti biasanya. Kami saling menjaga diri. Kami
menumpahkan kerinduan kami hanya apabila benar-benar aman. Tetapi kami
banyak kesempatan untuk sekedar berciuman dan membelai. Kadang-kadang
dengan berpandangan mata saja kami sudah menyalurkan kerinduan kami.
Kami semakin sabar, semakain dewasa dalam menjaga hubungan cinta-kasih
kami.
Posted by : Bandar Poker Terpercaya
- Home>
- Agen , Agen Bandar Poker , Agen Judi Ceme Terpercaya , Agen Judi Online , Agen Judi Poker , Agen Judi Terbaik , Agen Judi Termantap , Agen judi terpercaya , Agen Poker Online , Agen Poker Terbaik >
- Bercinta Dengan Mama Mertua Saat Istri Pergi
