Posted by : Unknown
Rabu, 04 Juli 2018
Kudekati telinga Vera, dia yang sudah ketakutan padaku, dia berusaha
menjauhkan kepalanya, mungkin dikiranya aku mau menggigit telinganya.
Kubisikkan sesuatu di telinga Vera, “Vera, gimana kalau kita ganti
alatnya, sekarang pakai ikat pinggang saja ya”, bisikku sambil
menyeringai sadis.Vera menunjukkan ekspresi terkejut setengah tidak
percaya bahwa dia akan menerima siksaan yang lebih hebat. “Ampun..
lepaskan saya..” ibanya meskipun tahu aku tidak akan melepaskannya.
Kubuka ikat pinggangku yang terbuat dari kulit, kulilitkan sebagian
pada telapak tanganku, Vera melirikku dengan ketakutan yang amat sangat,
nafasnya tersenggal-senggal meskipun dia sudah berusaha sekuat tenaga
untuk mengaturnya. Mungkin dengan mengatur napas dia berharap sabetan
ikat pinggangku tidak akan terlalu sakit. Kuangkat tinggi tanganku dan
kuayunkan dengan keras, Vera memejamkan matanya, saat ikat pinggangku
mendarat di pahanya terdengar meja yang ditiduri Vera agak berderit
karena tubuh Vera secara spontan bergetar keras menahan sakit. “Ahh..
ampun.. ampun.. hahh.. hahh..” Vera berkata tersendat-sendat. Kali ini
bukan hanya garis merah yang tampak, tetapi semacam jalur merah tercetak
di paha Vera.
Agen Judi Online - “Ceplass.. Ceplass..” sabetan ikat pinggangku
semakin liar menghujani tubuh Vera. Vera sudah tidak bisa berkata
apa-apa lagi, dia hanya menggeleng ke kiri ke kanan menahan penderitaan
yang kuberikan. Puas dari samping, “Bagaimana kalau pukulan yang
mengarah langsung ke liang kewanitaannya?” pikirku. Lalu aku mulai
menyobek CD-nya dan minta kepada dua temanku untuk melepaskan ikatan
kaki Vera dan mengikatnya kembali pada posisi menekuk ke atas dan
mengangkang, sehingga liang kewanitaannya terbuka lebar. Vera berusaha
meronta dan menutup liang kewanitaannya dengan kakinya, namun ikatan
kami cukup erat sehingga kedua kakinya tidak bisa mengatup. Persis
menghadap liang kewanitaannya, aku mengelus-elusnya sambil tersenyum
sinis. Vera mengangkat kepalanya dan menatapku dengan pandangan nanar.
kisah perkosaan SPG yang sombong – cerita
dewasa Aku mulai menjauh, ikat pinggang mulai kuputar-putar, lalu..,
“Ceplass..” ikat pinggang itu mendarat dengan tepat di bibir liang
kewanitaan Vera. Kali ini Vera meronta-ronta dengan sangat dan cukup
lama, tampaknya dia sangat kesakitan, kepalanya ditengadahkan ke atas
sembari mengguncang-guncangkan pantatnya di atas meja. Aku berjalan ke
sampingnya, “Lagi?” tanyaku seolah tak menghiraukan penderitaannya. Vera
tidak mengatakan apa-apa, kelihatannya dia sudah pasrah. Aku tersenyum
penuh kemenangan, kusentuh bibir liang kewanitaannya yang tentunya masih
pedih, Vera menggelinjang, tak peduli kugesek-gesekan jariku di liang
senggamanya, tubuh Vera terus menggelinjang. “Sakitt.. sakitt..”
gumamnya lirih.
Seolah tak peduli, kembali aku mengambil dua
jepitan, dan kujepit di kedua bibir liang kewanitaan yang memerah itu.
Vera menatapku dengan pandangan tak percaya akan kesadisanku. “Oke”,
kataku, “Tidak ada lagi pukulan..”, Vera diam saja tanpa ekspresi,
“..tapi sekarang waktunya bermain lilin”, lanjutku sambil menyunggingkan
senyum. Kali ini Vera menolehkan wajahnya yang layu, berkeringat dan
basah karena air matanya. Bisa kubaca dalam pikirannya, “Oh.. apa lagi
yang akan diperbuatnya pada tubuhku.. malangnya nasibku..”
Memang
cerita seks di kamar Aguk ada beberapa lilin untuk jaga-jaga jika lampu
mati, ada yang kecil dan ada juga yang besar supaya awet. Kuambil
Zippo-ku, kunyalakan satu lilin yang kecil. Lidah api menari
berputar-putar melelehkan batang lilin yang menahannya. Menembus lidah
api itu, kulihat pandangan Vera yang berharap aku hanya bercanda.
Kujawab dengan pandangan juga yang menyatakan bahwa aku serius. Segera
lilin yang kupegang kumiringkan di atas payudara Vera. Kulihat ekspresi
Vera yang memandang lekat batang lilin yang terkena nyala api,
pandangannya seolah berharap agar lilin tersebut tidak meleleh atau
apinya tiba-tiba mati. Tapi tentu saja itu tidak terjadi, yang terjadi
adalah tetesan pertama jatuh dan menetes di atas puting susu Vera
sebelah kanan.
“Hhh..” Vera mendesah, punggungnya terlihat
bergerak ke atas menahan panas lilin yang meleleh. Tetesan demi tetesan
bergerak jatuh, dan Vera terlihat semakin kesakitan karena tetesan
tersebut jatuh di tempat bekas pecut dan sabetan ikat pinggangku tadi.
Tiba-tiba teman-temanku ikut bergabung, mereka semua memegang lilin
bahkan tidak hanya satu tapi tiga atau empat sekaligus. Mereka dengan
gembira meneteskan ke bagian-bagian sensitif Vera, seperti buah dada,
pusar, sekitar liang kewanitaan dan paha. Kali ini Vera seperti ular
kepanasan, dia meliuk-liukkan tubuhnya menahan panas tetesan lilin.TAMAT

- Home>
- Agen , Agen Bandar Poker , Agen Judi Ceme Terpercaya , Agen Judi Online , Agen Judi Poker , Agen Judi Terbaik , Agen Judi Termantap , Agen judi terpercaya , Agen Poker Online , Agen Poker Terbaik >
- Kisah Perkosaan SPG yang Sombong
