Posted by : Unknown
Rabu, 04 Juli 2018
kurang lebih setahun aku bekerja pada sebuah perusahaan yang bergerak
dalam bidang perundingan pembelian tanah yang akan dijadikan tempat
usaha. Di perusahaan itu aku juga memilki jabatan yang tidak rendah
karena aku selalu yang disuruh berangkat menyurvey, menawar, dan
memastikan kalau lahan yang akan dibuat usaha itu benar-benar strategis.
Aku juga sering bertemu dengan klien yang meminta bantuan perusahaan
kami atau yang bekerja sama dengan perusahaan kami. Aku mendapatkan
kepercayaan oleh perusahaan setelah aku berhasil memenangkan tender yang
sangat besar sekali, dari itu aku menjadi orang kepercayaan bosku.
Dikala
aku melakukan survey sebuah lahan aku selalu ditemani oleh seorang
teman kantorku yang ditugaskan untuk menemaniku. Namanya Bu Reni,
orangnya gak begitu cantik, tapi senyumannya manis sekali. Dia berumur
sekitar 35 tahunan, dia juga sudah mempunyai suami dan mempunyai 2 orang
anak. Tapi tubuh Bu Reni ini masih sangat langsing sekali, buah dadanya
lumayan besar sekitar 36B dan pantatnya yang ranum menghiasi
pemandangan tubuh Bu Reni dibalik kerudung yang selalu menutupi
wajahnya. Sudah lama aku bekerja bersama Bu Reni, jadi aku mengetahui
bagaimana sifat Bu Reni ini. Sehingga kami dengan tidak segan lagi
ketika saling bercanda.
Agen Judi Online - Selain ditemani Bu Reni aku, saat survey
aku juga selalu diantar oleh sopir pribadiku yang juga sudah lama
bekerja denganku. dibalik kerudung Bu Reni sempat aku menebak-nebak
tentang gairah Sex Bu Reni ini, bahkan aku juga sempat menanyakan pada
Bu Reni saat kami keluar menyurvey. Dia hanya tersenyum dengan
pertanyaanku yang menjurus soal hubungan Sex. Aku menjadi tahu kalau Bu
Reni ini juga sebenarnya gak baik-baik banget, aku juga bisa
mendapatkannya, tapi dia menutupinya dengan berkerudung saat dikantor.
Aku juga sering menggodanya saat berada dikantor tapi tidak didepan
teman-teman kantor, tapi ketika terlihat sepi, dan Bu Reni selalu hanya
membals godaanku dengan senyuman yang sangat khas dari raut wajahnya.
Waktu
itu hari sabtu aku mengambil cuti karena aku ingin istirahat dirumah,
menenangkan pikiran dari segala urusan yang ada dikantor. Tapi tak
sesuai dengan harapanku, sekitar jam 10 siang aku ditelpon oleh atasanku
dan aku ditugaskan untuk survey sebuah lahan dengan sebuah klien dari
perusahaan. Karena tak bisa menolak aku pun menyanggupinya. Dan aku
meminta kalau Bu Reni diantar kerumahku. Segera aku bergegas tata-tata,
menyiapkan segala sesuatu yang aku perlukan. Dan setengah jam kemudian
Bu Reni sampai kerumahku dengan diantar sopir perusahaan. Aku
mempersilahkannya masuk dirumahku dulu sambil menunggu bersiap. Istriku
dengan Bu Reni juga sudah kenal karena aku sudah cerita tentang Bu Reni
jadi istriku gak masalah.
Setelah selesai, aku mencari sopirku,
dan setelah aku panggil istriku yang menjawab, kalau sopirku pagi tadi
ijin untuk mengantar istrinya kerumah sakit. Jadi terpaksalah aku
menyetir mobil sendiri. Dan aku langsung berpamitan dengan istriku. Aku
dan Bu Reni lalu masuk mobil dan kami pun langsung meninggalkan rumah.
Obrolan kami di perjalanan menuju lokasi, hanya menyangkut
masalah-masalah bisnis yang ada kaitannya dengan Bu Reni. Tidak ada
sesuatu yang menyimpang. Bahkan setelah tiba di lokasi yang 25 km dari
pusat kota, aku tak berpikir yang aneh-aneh. Bahkan aku jengkel juga
ketika pemilik tanah itu tidak ada di tempat, harus dijemput dulu oleh
keponakannya yang segera meluncur di atas motornya.
Kami duduk
saja di dalam mobil yang diparkir menghadap ke kebun tak terawat, yang
rencananya akan dijadikan perumahan oleh kenalanku yang seorang
developer. Suasana sunyi sekali. Karena kami berada di depan kebun yang
mirip hutan. Pepohonan yang tumbuh tidak dirawat sedikit pun. Karena
suasana yang sunyi itu…entah kenapa…tiba-tiba saja membuatku
iseng…memegang tangan Bu Reni sambil berkata, “Bisa dua jam kita harus
menunggu di sini, Bu.” “Iya Pak,” sahutnya tanpa menepiskan genggamanku,
“Sabar aja ya Pak….di dalam bisnis memang suka ada ujiannya.” Aku
terdiam. Tapi tanganku tidak diam. Aku mulai meremas tangan wanita 30
tahunan itu, yang makin lama terasa makin hangat. Dia bahkan membalasnya
dengan remasan. Apakah ini berarti……..ah…..pikiranku mulai
melayang-layang tak menentu. Mungkin di mana-mana juga lelaki itu sama
seperti aku. Dikasih sejengkal mau sedepa.
Remas-remasan tangan
tidak berlangsung lama. Kami bukan abg lagi. Masa cukup dengan
remas-remasan tangan? Sesaat kemudian, lengan kiriku sudah melingkari
lehernya. Tangan kananku mulai berusaha membuka jalan agar tangan kiriku
bisa menyelusup ke dalam bajunya yang sangat tertutup dan berlengan
panjang. Bu Reni diam saja. Dan akhirnya aku berhasil menyentuh
payudaranya. Tapi dia menepiskan tanganku sambil berkata, “Duduknya di
belakang saja Pak…di sini takut dilihat orang…” O, senangnya hatiku.
Karena ucapannya itu mengisyaratkan bahwa dia juga mau ! “Kenapa
mendadak jadi begini Pak?” tanya wanita berjilbab itu ketika kami sudah
duduk di jok belakang, pada saat tanganku berhasil menyelinap ke baju
tangan panjangnya dan ke balik BH nya. “Gak tau kenapa ya?” sahutku
sambil meremas payudaranya yang terasa masih kencang, mungkin karena
rajin merawatnya. “Tapi Pak…uuuuhhhh…..kalau saya jadi mau gimana nih?”
wanita itu terpejam-pejam sambil meremas-remas lututku yang masih
berpakaian lengkap. “Kita lakukan saja…asal Bu Reni gak keberatan….”
tanganku makin berani, berhail menyelinap ke balik rok panjangnya, lalu
menyelundup ke balik celana dalamnya.
Tanganku sudah menyentuh
bulu kemaluannya yang terasa lebat sekali. Kemudian menyeruak ke bibir
kemaluannya…bahkan mulai menyelinap ke celah vaginanya yang terasa sudah
membasah dan hangat. “Masa di mobil?” protesnya, “kata orang mobil
jangan dipakai gituan, bisa bikin sial…” “Emang siapa yang mau ngajak
begituan di mobil? Ini kan perkenalan aja dulu….” kataku pada waktu
jemariku mulai menyelusup ke dalam liang kemaluan Bu Reni yang terasa
hangat dan berlendir… Wanita itu memelukku erat-erat sambil berbisik,
“Duh Pak…saya jadi puyeng ya….kita cari penginapan aja dulu yuk.
Bilangin aja sama orang-orang di sini kalau kita mau datang lagi besok.”
“Iya sayang,” bisikku, “ Sekarang ini memiliki dirimu lebih penting
daripada ketemuan dengan pemilik tanah itu…” “Ya sudah dulu dong,” Bu
Reni menarik tanganku yang sedang mempermainkan kemaluannya, “Nanti
kalau saya gak bisa nahan di sini kan berabe. Nanti aja di penginapan
saya kasih semuanya…” Aku ketawa kecil.
Lalu pindah duduk ke
belakang setir lagi. Tak lama kemudian mobilku sudah meluncur di jalan
raya. Persetan dengan pemilik tanah itu. Sekarang ini yang terpenting
adalah tubuh Bu Reni, yang jelas sudah siap diapakan saja. Dengan mudah
kudapatkan hotel kecil di luar kota, sesuai dengan keinginan Bu Reni,
karena kalau di dalam kota takut kepergok oleh orang-orang yang kami
kenal. Soalnya aku punya istri, Bu Reni pun punya suami. Hotel itu cuma
hotel sederhana. Tapi lumayan, kamar mandinya pakai shower air panas.
Tidak pakai AC, karena udaranya cukup dingin, rasanya tak perlu pakai AC
di sini. Yang penting adalah wanita berjilbab itu…yang kini sedang
berada di dalam kamar mandi, mungkin sedang cuci-cuci dulu…sementara aku
sudah tak sabar menunggunya.
Ketika ia muncul di ambang pintu kamar mandi, aku terpana dibuatnya.
Rambutnya yang tak ditutupi apa-apa lagi, tampak tergerai lepas….panjang
lebat dan ikal. Jujur…ia tampak jauh lebih seksi, apalagi kalau
mengingat bahwa ia 5 tahun lebih muda adaripada istriku. Rok bawahnya
tidak dikenakan lagi, sehingga pahanya yang putih mulus itu tampak jelas
di mataku.
Aku bangkit menyambutnya dengan pelukan hangat, “Bu
Reni kalau gak pake jilbab malah tampak lebih cantik….muuuahhhhh…”
kataku diakhiri dengan kecupan hangat di pipinya. Ia memegang
pergelangan tanganku sambil tersenyum manis. Dan kuraih pinggangnya,
sampai berada di atas tempat tidur yang lumayan besar. Lalu kami
bergumul mesra di atas tempat tidur itu. Bu Reni tidak pasif.
Berkali-kali dia memagut bibirku. Aku pun dengan tak sabar menyingkapkan
baju lengan panjangnya. Dan…ah…rupanya tak ada apa-apa lagi di balik
baju lengan panjang itu selain tubuh Bu Reni yang begitu mulus.
Payudaranya tidak sebesar payudara istriku. Tapi tampak indah di mataku.
Tak ubahnya payudara seorang gadis belasan tahun. Dan ketika
pandanganku melayang ke bawah perutnya…tampak sebentuk kemaluan wanita
yang berambut tebal, sangat lebat…. Aku pun mulai beraksi. Mencelucupi
lehernya yang hangat, sementara tanganku mulai mengelus bulu kemaluan
yang lebat keriting itu.
Bu Reni pun tidak tinggal diam, mulai
melepaskan kancing kemejaku satu persatu, lalu menanggalkan kemejaku.
Untuk mempermudah, aku pun menanggalkan celana panjang dan celana
dalamku. Sehingga batang kemaluanku yang sudah tegak kencang ini tak
tertutup apa-apa lagi. Bu Reni melotot waktu melihat batang kemaluanku
yang sudah tak tertutup apa-apa lagi ini.
“Iiiih…punya Bapak kok
panjang gede gitu….mmm….si ibu pasti selalu puas ya …” desisnya. “Emang
punya suami Bu Reni seperti apa?” tanyaku. “Jauh lebih pendek dan
kecil,” bisik Bu Reni sambil merangkulku dengan ketat, seperti gemas.
Kembali kuciumi lehernya yang mulai keringatan, lalu turun…mencelucupi
puting payudaranya. Kusedot-sedot seperti anak kecil sedang menetek,
sambil mengelus-eluskan ujung lidahku di putting payudara yang terasa
makin mengeras ini. Sementara tanganku tak hanya diam. Jemariku mulai
mengelus bibir kemaluan wanita itu, bahkan mulai memasukkan jari
tengahku ke dalam liang kemaluannya.
Bu Reni sendiri tak cuma
berdiam diri. Tangannya mulai menggenggam batang kemaluanku. Meremasnya
dengan lembut. Mengelus-elus puncak penisku, sehingga aku makin
bernapsu. Tapi aku sengaja ingin melakukan pemanasan selama mungkin,
supaya meninggalkan kesan yang indah di kemudian hari. Maka setelah puas
menyelomoti puting payudara wanita itu, bibirku turun ke arah perutnya.
Menjilati pusarnya sesaat. Lalu turun ke bawah perutnya. “Pa jangan ke
situ ah…malu…” Bu Reni berusaha menarik kepalaku agar naik lagi ke atas.
Tapi aku terus menciumi kemaluanya yang berbulu lebat itu. Lalu
jemariku menyibakkan bulu kemaluan wanita itu, mengangakan bibirku dan
mulai menjilatinya dengan gerakan dari bawah ke atas…. “Aduh Pak…ini
diapain? Aaah…kok enak sekali Pak…..” Bu Reni mulai menceracau tak
menentu. Lebih-lebih ketika aku mulai mengarahkan jilatanku di
clitorisnya, terkadang menghisap-hisapnya sambil menggerak-gerakkan
ujung lidahku.
“Oooh Pak…oooh….Pak….iiiih….saya udah mau keluar
nih….duuuhhhhhh” celotehnya membuatku buru-buru mengarahkan batang
kemaluanku ke belahan memeknya yang sudah basah. Dan kudesakkan
sekaligus….blessss…..agak mudah membenam ke dalam liang surgawi yang
sudah banyak lendirnya itu. “Aduuuduuuhhhh…sudah masuk
Paaakk…..oooohhhh….” Bu Reni menyambutku dengan pelukan erat, bahkan
sambil menciumi bibirku sambil menggerak-gerakkan pantatnya, “Sa…saya
gak bisa nahan lagi…langsung mau keluar Paaak…tadi sih terlalu
dienakin…oooh…” Lalu terasa tubuh wanita itu mengejang dan mengelojot
seperti sekarat. Rupanya dia tak bisa menahan lagi. Dia sudah
orgasme….terasa liang kemaluannya berkedut-kedut, lalu jadi becek.
“Barusan kan baru orgasme pertama,”bisikku yang mulai gencar mengayun
batang kemaluanku, maju mundur di dalam celah kemaluan Bu Reni.
Beberapa
saat kemudian wanita itu merem melek lagi, bahkan makin gencar
menggoyang-goyang pinggulnya, sehingga batang kemaluanku serasa
dibesot-besot oleh liang surgawi Bu Reni. Aku tahu goyangan pantatnya
itu bukan sekadar ingin memberikan kepuasan untukku, tapi juga mencari
kepuasan untuknya sendiri. Karena pergesekan penisku dengan liang
kemaluannya jadi makin keras, kelentitnya pun berkali-kali terkena
gesekan penisku. “Adduuuh, duuuh….Pak…kok enak sekali sih
Pak…..aaah…saya bisa ketagihan nanti Pak…..” celotehnya dengan napas
tersengal-sengal. “Aku juga bisa ketagihan,” sahutku setengah berbisik
di telinganya, sambil merasakan enaknya gesekan dinding liang
kemaluannya, “memekmu enak sekali, sayang…..duuuuh….benar-benar enak
sekaliii….” Aku memang tidak berlebihan. Entah kenapa, rasanya
persetubuhanku kali ini terasa fantastis sekali. Mungkin ini yang
disebut SII (Selingkuh Itu Indah). Padahal posisi kami cuma posisi
klasik. Goyangan pantat Bu Reni juga konvensional saja. Tapi enaknya
luar biasa. Dalam tempo singkat saja keringatku mulai bercucuran. Bu
Reni pun tampak sangat menikmati enjotan batang kemaluanku. Sepasang
kakinya diangkat dan ditekuk, lalu melingkari pinggangku, sementara
rengekan-rengekannya tiada henti terlontar dari mulutnya.
“Ooooh….oooh…hhhh….aaaaahhhhh…oooh…aaaaah….aduuuh
Paaak….enak Pak….duuuuh….mmmmhhhhh saya mau keluar lagi nih Paaak….”
“Kita barengin keluarnya yok….” bisikku sambil mempergencar enjotan
batang kemaluanku, maju mundur di dalam liang kewanitaan Bu Reni. “I…iya
Pak….bi…bi…biar nikmat…..” sahutnya sambil mempergencar pula ayunan
pinggulnya, meliuk-liuk cepat dan membuat batang kemaluanku seperti
dipelintir oleh dinding liang kemaluan wanita yang licin dan hangat itu.
Sampai pada suatu saat…kuremas-remas buah dada wanita itu, mataku
terpejam, napasku tertahan…batang kemaluanku membenam
sedalam-dalamnya….lalu kami seperti orang-orang kesurupan….sama-sama
berkelojotan di puncak kenikmatan yang tiada taranya ….. Air maniku
terasa menyemprot-nyemprot di dalam liang vagina Bu Reni. Liang yang
terasa berkedut-kedut.
Lalu kami sama-sama terkapar, dengan
keringat bercucuran. “Ini yang pertama kalinya saya digauli oleh lelaki
yang bukan suami saya…” kata Bu Reni sambil membiarkan batang kemaluanku
tetap menancap di dalam memeknya. Kujawab dengan ciuman hangat di
bibirnya yang sensual, “Sama…saya juga baru sekali ini merasakan
bersetubuh dengan wanita yang bukan istri saya. Terimakasih sayang…mulai
saat ini Bu Reni jadi istri rahasiaku…” “Dan Bapak jadi suami kedua
saya….iiih…kenapa tadi kok enak sekali ya Pak?” “Mungkin kalau dengan
pasangan kita sendiri sudah terlalu biasa, nggak ada yang aneh lagi.
Tapi barusan dilepas di dalam…nggak apa-apa ?” “Nggak apa-apa,” sahutnya
dengan senyum manis, mata bundar beningnya pun bergoyang-goyang manja,
“Saya kan ikut KB sejak kelahiran anak kedua…” “Asyik dong, jadi aman….”
“Saya pasti ketagihan Pak….soalnya punya Bapak panjang gede gitu…..”
Kata-kata Bu Reni itu membuat napsuku bangkit lagi.
Dan batang kemaluanku yang masih terbenam di dalam memeknya, terasa
mengeras lagi. Maka kucoba menggerak-gerakkannya…ternyata memang bisa
dipakai “bertempur” lagi. Batang kemaluanku sudah mondar mandir lagi di
dalam liang vagina Bu Reni yang masih banyak lendirnya tapi tidak
terlalu becek, bahkan lebih mengasyikkan karena aku bisa mengentot
dengan gerakan yang sangat leluasa tanpa kehilangan nikmatnya sedikit
pun. Bahkan ketika aku menggulingkan diri ke bawah, dengan aktifnya Bu
Reni action dari atas tubuhku. Setengah duduk ia menaik turunkan
pinggulnya, sehingga aku cukup berdiam diri, hanya sesekali menggerakkan
batang kemaluanku ke atas, supaya bisa masuk sedalam-dalamnya. Posisi
di bawah ini membuatku leluasa meremas-remas payudara Bu Reni yang
bergelantungan di atas wajahku. Terkadang kuremas-remas juga pantatnya
yang lumayan besar dan padat. Tapi mungkin posisi ini terlalu enak buat
Bu Reni, karena moncong penisku menyundul-nyundul dasar liang vaginanya.
Dan itu membuatnya cepat orgasme. Hanya beberapa menit ia bisa bertahan
dengan posisi ini. Tak lama kemudian ia memeluk leherku kuat-kuat,
seperti hendak meremukkannya.
Lalu terdengar erangan nikmatnya,
“Aaaahhhh….saya keluar lagi Paaaak…..” Kemudian ia ambruk di dalam
dekapanku. Tapi aku seolah tak peduli bahwa Bu Reni sudah orgasme lagi.
Butuh beberapa saat untuk memulihkan vitalitasnya kembali. Tak perlu
vitalitas. Yang jelas batang kemaluanku sedang enak-enaknya mengenjot
memek teman bisnisku ini. Lalu aku menggulingkan badannya sambil kupeluk
erat-erat, tanpa mencabut batang kemaluanku dari dalam memeknya yang
sudah orgasme kesekian kalinya. Bu Reni memejamkan matanya waktu aku
mulai mengentotnya lagi dengan posisi klasik, dia di bawah aku di atas.
Tapi
beberapa saat kemudian ia mulai aktif lagi. Mendekapku erat-erat sambil
menggoyang-goyangkan pinggulnya dengan gerakan meliuk-liuk ….. Aku pun
makin ganas mengentotnya. Tapi ia tak mau kalah ganas. Gerakan pantatnya
makin lama makin dominan. Membuatku berdengus-dengus dalam kenikmatan
yang luar biasa. “Oooh…enak banget Paaak….sa…saya mau keluar lagi ….kita
barengin lagi Pak…ta…tadi enak sekali….” celotehnya setelah batang
kemaluanku cukup lama mengentot liang memeknya. Aku setuju. Kuenjot
batang kemaluanku dengan kecepatan tinggi, maju-mundur,
maju-mundur….sampai akhirnya kami sama-sama berkelojotan lagi Saling
cengkram, saling lumat….seolah ingin saling meremukkan….dan akhirnya air
maniku menyemprot-nyemprot lagi di puncak kenikmatanku, diikuti dengan
rintihan lirih Bu Reni yang sedang mencapai orgasme pula. “Tips Tahan
Lama”
“Kita kok bisa tiba-tiba begini ya?” cetus bu Reni waktu
sudah mengenakan pakaiannya lagi. “Iya…dari rumah aja gak ada
renana….tapi tadi mendadak ada keinginan… terimakasih ya sayang,”
sahutku dengan genggaman erat di pergelangan tangannya, kemudian kukecup
mesra bibirnya yang tipis mungil itu. Wanita itu tersenyum. Memeluk
pinggangku sambil berkata perlahan, “Kita harus berterimakasih pada
pemilik tanah itu, ya Pak. Gara-gara dia gak ada di tempat, kita jadi
ada acara mendadak begini.” Aku mengangguk dengan senyum. Sementara
hatiku berkata, “Gara-gara sopirku gak masuk pula, aku jadi punya kisah
seperti ini. Kalau ada dia, aku tentu takkan sebebas ini.”
Sore itu kami pulang ke rumah masing-masing, dengan perasaan baru.
Bahkan malamnya, ketika istriku sudah tertidur pulas, aku masih sempat
smsan dengan bu Reni. Salah satu smsnya berbunyi: “Puas banget…punya
saya sampe terasa seperti jebol….punya bapak kegedean sih…kapan kita
ketemuan lagi?” Kujawab singkat, “Kapan pun aku siap..” Satu kisah indah
telah tercatat di dalam kehidupanku. Yang tak mungkin kulupakan.
TAMAT
Posted by : Bandar Poker Terpercaya
- Home>
- Agen , Agen Bandar Poker , Agen Judi Ceme Terpercaya , Agen Judi Online , Agen Judi Poker , Agen Judi Terbaik , Agen Judi Termantap , Agen judi terpercaya , Agen Poker Online , Agen Poker Terbaik >
- Nafsu Liar Bu Reni di Balik Kerudung Merah
